Mencari Sonson Dalam Hamparan Air

Pandangan Amir (49), warga Kelurahan Taman Sari, Kecamatan Bandung Wetan, menyapu deretan nama yang dipasang di depan masjid. Nama-nama itu merupakan daftar nama korban air bah empat tahun silam. Ia menemukan nama anaknya, Sonson (24), dalam daftar itu di urutan ke-6 dan belum dilingkari. ”Itu berarti jenazah anak saya belum ditemukan dalam luapan air bah,” ucap Amir lirih dan parau.

Papan nama yang dipasang di masjid Kelurahan Taman Sari, Kecamatan Bandung Wetan, menjadi rujukan warga yang mencari tahu nasib sanak saudara mereka. Di dalam masjid, jenazah yang sudah ditemukan disemayamkan sementara untuk kemudian dibawa keluar menggunakan ambulans.

Amir tampak terpukul sekali oleh musibah tersebut. Ia kehilangan semangat hidupnya dalam sekejap saat sungai cikapundung mengamuk dan membanjiri ratusan rumah yang dihuni penduduk disana. Yang membuatnya lebih tertekan, ia menyaksikan sendiri saat-saat terakhir air menghanyutkan rumah warga, salah satunya adalah yang ditinggali anaknya.

Bapak enam anak ini pun mengisahkan, ia berada 300 meter dari lokasi saat air bah terjadi. Disertai bunyi berisik, dia melihat pinggir sungai meledak dan meloncat tinggi menghempaskan tubuhnya ke rumah warga. Saat itu, air bah belum mengenai permukiman warga.

Amir dan beberapa orang lainnya yang melihat hal ini segera berteriak memperingatkan warga yang ada di permukiman untuk segera menghindar. Dari kejauhan, ia melihat anaknya sempat keluar rumah, tetapi kemudian masuk kembali. ”Belum sampai 15 menit, ratusan rumah telah disapu air bah” ujar Amir murung.

Tidak tanggung-tanggung, air hingga ketinggian dua meter tersebut menimbun permukiman itu hampir mencapai atap. Sedikitnya 641 rumah warga hancur.

Namun, setidaknya Amir masih bisa bernapas lega. Anaknya paling bungsu, Nana (16), selamat dari longsor. Nana saat itu tengah bersekolah di lokasi yang berjauhan dengan permukiman penduduk sehingga terhindar dari maut.

Sayangnya, kebahagiaan yang sama tidak bisa dirasakan warga yang lainnya. Ada yang tidak menemukan sama sekali anggota keluarga mereka dikarenakan belum ada kepastian ditemukan dari tim evakuasi.

Kesedihan juga dirasakan Ujang (40), warga kelurahan taman sari. Lelaki yang sudah 27 tahun bekerja itu kehilangan dua anggota keluarganya, yakni keponakannya, Rena (27), dan ibunya, Titi (61). Ia juga menyaksikan sendiri rumah ibunya terendam banjir. Saat itu, Ujang baru saja hendak keluar rumah.

Sejak malam, Ujang mencari keponakan dan ibunya. Keesokan harinya, sekitar pukul 10.00, Rena ditemukan. Kelegaan dan kesedihan mendalam terpancar dari wajah Ujang.


Setelah bapaknya meninggal, Ujang adalah kepala keluarga. Siang itu juga, Ujang mengantarkan jenazah Rena kepada orangtuanya. ”Bapak-ibunya sudah menunggu di Ciwidey. Rena mau dibawa ke Tasikmalaya,” katanya menahan tangis.


Setelah Rena, Ujang masih harus mencari keberadaan ibunya, hidup atau mati. Meskipun kesempatan hidup semakin menipis karena sudah dua malam tertendam, Ujang tidak patah arang. ”Saya harus tetap menemukan ibu…,” tuturnya.


Sepanjang perjalanan, ambulans yang ditumpangi beberapa kali dihentikan warga. Salah seorang warga yang tampak kebingungan menghentikan ambulans dan bertanya keberadaan keluarganya bernama Acep. ”Acep? Teu aya anu namina Acep, Kang… ieu mah Rena (tidak ada yang namanya Acep kang, ini Rena).” Mengetahui jenazah itu bukan Acep, warga tersebut tampak kecewa.

Air bah yang terjadi waktu itu ternyata membuka kenyataan lain mengenai Kelurahan Taman Sari. Permukiman itu adalah daerah rawan banjir. Itu pun terbukti saat air sungai meluap dan merendam permukiman di sekitarnya.

Banjir di kawasan itu sekaligus menutup cerita cerita singkat di Kelurahan Taman Sari.

Related Post



Post a Comment